Misteri Pohon Dekat Mushala

“Sudah dicoba beberapa kali untuk ditebang, tapi tak pernah bisa. Dulu waktu bapakmu masih berumur 18 tahun, ia ikut rombongan warga yang berkumpul di pohon itu. Mereka berdoa kepada Allah swt dengan niat mengusir penghuninya, supaya mudah ditebang. Tapi tetap saja tak bisa ditebang walau memakai mesin gergaji sekalipun. Tak diketahui kenapa, mesin itu selalu mati ketika sudah beberapa detik menempel pada batang pohon. Waktu remaja dulu, bapakmu sering melewati jalanan dekat pohon itu, ia pergi ke mushala untuk shalat magrib, katanya ia begitu merinding. Suasana di area pohon itu sangat sepi dan menyeramkan, penerangannya pun hanya dari obor buatannya sendiri. Di sebelah pohon ada sumur tua yang jarang dipakai, sungguh itu membuat suasana makin seram. Suatu ketika bapakmu pernah mendengar suara rintihan perempuan, bahkan tangisan seorang bayi saat pulang dari mengaji, sekitar pukul delapan malam. Dan karena sering terjadi kejadian aneh disana, area itu diyakini warga sebagai tempat yang angker dan tak boleh dihuni manusia,” begitulah kisah bapakku yang diceritakan ibuku saat aku masih kelas I SD. Tentang sebuah area yang menyeramkan di dekat tempat tinggal kami.

Tahun 2002, itulah yang ku ingat, aku duduk bersama bapak di ruang tamu untuk saling berbagi cerita. Aku bercerita tentang teman-temanku yang nakal, baik teman sekolah maupun teman di rumah. Bapak pun bercerita tentang masa mudanya dulu, niatnya untuk memotivasiku supaya bisa sukses melebihi dirinya. Tapi kemudian ibu datang membawakan kami singkong rebus, ia pun ikut duduk bersama kami dan ikut mengobrol. Hingga topik pembicaraan pun berganti.

“Katanya, bu Parsih ditemui Kuntilanak, pak, di pohon itu. Sudah dengar ceritanya?” kata ibu setelah menaruh singkong di meja.

“Sudah, bu, dua hari yang lalu,” jawab bapak setelah mengambil singkong, “Bahkan, saking takutnya bu Parsih lari ke mushala dan tidur di sana sampai pagi.”

“Kok bisa ya, pak. Mengganggu warga saja penghuni pohon itu. Bu Parsih bukanlah orang pertama yang di perlihatkan loh, pak. Ada bu Iyem dan pak Pranoto, mereka malah sering katanya. Mengerikan."

“Mungkin pas kebetulan saja itu, bu. Pas lewat ndilalah penghuninya meperlihatkan diri, dan yang lewat disana malah ketakutan. Bapak pun sebenarnya sering diperlihatkan loh, bu. Tapi ya biasa saja, enggak histeris seperti waktu kecil dulu,” bapakku memang sering ke mushala dan melewati area angker itu, sebab ia adalah imam di mushala, “Biarkan saja, wong bapak kan mau pergi untuk shalat ke mushala, kalau penghuninya mau ikut bapak shalat ya alhamdulillah.”

Kulihat ibu tampak was-was, dan sedikit terlihat takut. Ia pun langsung menasehatiku, “Dengar ya, nak. Jangan pernah main ke pohon itu, angker, bahaya. Pohon itu menyeramkan, ada penghuninya. Pokoknya kalau main harus hati-hati, jangan jauh-jauh. Kalau pulang main jangan sore-sore. Apa kamu mau pulang dibawa sama wewe (Kuntilanak)?”

Obrolan malam itu membuatku jadi takut, apalagi untuk umuran anak SD. Aku takut untuk bermain kemanapun, bahkan yang biasanya sepulang sekolah aku bermain kemana saja dengan temanku, akhirnya mulai terbatasi. Aku takut dengan hal-hal mistik, mistik memang mengerikan. Lewat mistik, sesuatu yang tak mungkin bisa saja dimungkinkan, seperti di film-film horor. Aku takut dibawa ke alam para hantu itu, diberi makan mie yang sebenarnya adalah cacing, diberi nasi yang sebenarnya adalah tanah dan minuman nikmat yang sebenarnya adalah darah. Sungguh mengerikan, apalagi jika aku tak bisa pulang ke alam asalku ini. Mungkin aku akan di temukan dalam bentuk jasad saja.

Malam itu aku makin takut, tak berani untuk bergerak kemana saja walau dirumah sekalipun, “Aku takut, bu. Tidur saja, bu. Ayuk tidur, aku mau tidur saja,” kutarik tangan ibu untuk menemaniku tidur.

“Yasudah, ayuk tidur saja. Sudah malam juga ini,” ibu membawaku meninggalkan bapak, sendirian di ruang tamu yang hanya ditemani terangnya lampu pijar minyak tanah.

Dan di tempat tidur itulah, ibuku menceritakan kisah bapakku tadi.

***

Minggu pagi, ketika matahari telah menenggelamkan suasana malam, tak ada lagi keseraman. Bukan lagi tentang takut, tapi rasa penasaran yang amat tinggi timbul dalam diriku. Aku memang sedikit aneh, ketika malam datang rasa takut begitu menghantuiku, tapi ketika siang telah datang, rasa takut itu bagaikan api pada korek yang mudah dimatikan dengan sekali tiupan.

Pagi itu aku penasaran, Ada apa sebenarnya di pohon itu? Kenapa bisa angker? Dan seperti apa bentuk penghuninya? Akhirnya, diam-diam aku bersepeda, pergi menginggalkan rumah dan mendekat ke pohon itu, sendirian.

Sepuluh menit aku bersepeda, menempuh jarak yang tak terlalu jauh. Aku mendekat ke pohon itu, besar sekali, besarnya melebihi ukuran satu ekor sapi gemuk. Jika dihitung diameternya bisa mencapai 2 meter lebih, terlalu besar untuk dipeluk. Aku mengelilingi dan melihat-lihat bagian pohon itu mulai dari bawah sampai atas. Pohon yang begitu rindang dengan tinggi lebih dari 10 meter. Kupegang pohon itu, kulitnya kering, kutarik kulitnya itu, begitu tebal, sekitar 4 centimeter tebalnya, lalu kubuang begitu saja. Tiba-tiba terdengar sesuatu, “Krrrssskkkks..,” seperti ada yang bergerak mendekatiku.

“Siapa?” aku menoleh cepat dan memastikan. Nyatanya tak ada siapapun.

“Krrrssssskkkksss..,” suara itu terdengar lagi. Aku pun menoleh lagi dan bersiap untuk memukul, “Siapa?" aku mulai khawatir, "Maafkan aku, jika disini aku menganggumu.”

Sungguh terkejut, sial, ternyata hanya seekor tupai. Ahh, tapi itu membuatku lega. Memang begitu banyak tupai melintas di area ini, sebab saking banyaknya pohon bambu tinggi yang mengelilingi area pohon besar itu. Pohon-pohon bambu yang mengelilinginya membuat suasana sedikit gelap, cahaya matahari hanya masuk lewat celah-celah antar bambu. Kecuali jika matahari tepat berada di atas, sekitar pukul 12.00, akan ada banyak cahaya yang jelas menerangi area itu.

Pagi itu, bermodal keberanian yang dibantu dengan sedikit penerangan dari cahaya matahari, kulanjutkan rasa penasaranku. Kulihat-lihat lagi dan memastikannya, mengelilingi lagi dan melihatnya, adakah yang aneh dari pohon ini? Kini sudah sepuluh menit aku berada di area pohon dan tak menemukan tanda apapun. Akhirnya terniat dalam diri untuk pulang saja. Saat hendak pergi, tiba-tiba ada sesuatu yang menetes di pundak kananku, mengenai baju putih yang ku kenakan, tetesan cair berwarna merah gelap.

“Apa ini? Darah?” tanyaku penasaran yang juga terkejut.

Belum selesai kubersihakan bercak merah itu, ada lagi yang menetes, kini di pundak kiriku. Aku berubah jadi amat takut, segera ku berjalan menjauhi pohon itu. Baru saja dua meter kutempuh, aku menoleh ke pohon itu lagi. Kini mataku terfokus pada satu titik, seperti ada sebuah tulisan yang menarik perhatianku. Aku mendekatinya, melihatnya dengan penuh perhatian. Sebuah tulisan, ada tiga huruf yang tak ku ketahui maknanya “AZQ”. Jelas ini bukanlah tulisan biasa, tapi pasti buatan manusia. Seperti bekas pahatan, walau sebenarnya sudah tak begitu tampak jika tak diperhatikan secara serius, belum lagi karena hampir tertutup oleh kulit-kulit kering dari batang pohon itu sendiri.

Kuperhatikan lagi tiga huruf itu, dan kupikirkan, apa maksudnya? Saat aku sedang dalam keseriusan, tiba-tiba ada suara nyaring mengejutkanku, suara lelaki tua, “Pulanglah, nak!!!! Atau kau akan kubawa pergi...”

Mendengar itu aku langsung berlari menjauhi, tak peduli dengan sepeda yang kubawa. Sepeda kutinggal begitu saja. Aku berlari sekencangnya tanpa menoleh sedikitpun. Aku pulang ke rumah mencari ibuku dan langsung memeluknya.

Dengan nafas yang terengah-engah, kuceritakan yang baru saja ku alami tadi, “Bu, aku takut, bu. Aku baru saja ke pohon itu, lihat ini bu, ada darah di bajuku. Aku tak tahu ini darah siapa, darah ini menetes dari atas dan jatuh di bajuku. Mungkin disana pernah ada yang mati, bu. Aku takut!”

“Sudah ibu bilang jangan main di area pohon itu. Sudah, sekarang mandi dan jangan pergi kemanapun. Dirumah saja!!!” ucapnya bernada marah.

“Aku takut, bu..., hantu itu mengancamku...,”

___
To be continued...
By: Ahmad Mustaqim, Mahasiswa PGMI IAIN Metro.

0 Response to "Misteri Pohon Dekat Mushala"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel