Membayangkan Masa Depan
04 January 2020
1 Comment
Apa yang menarik di dunia ini untuk di pahami? Bagi saya ada tiga hal yang penting, yakni apa itu yang disebut filosofis, matematis, dan imajinatif. Kalau sudah paham, tiga hal tersebut merupakan instrumen yang menarik untuk memahami segala sesuatu yang ada di dunia ini. Bagi saya akan menarik jika bisa menilai sesuatu dengan sudut pandang filosofis, lalu diperhitungkan secara matematis, dan berpikir kreatif dengan imajinatif.
Berimajinasi atau membayangkan sesuatu adalah hal yang sungguh mengasyikan. Joko Pinurbo menuliskan, “..., Ada apa dengan mata saya, kok sering terbalik; tidak melihat yang kelihatan, malah melihat yang tak kelihatan...,” begitulah jika mata dipejamkan. Kita bisa melihat segala sesuatu lebih banyak dan bebas bahkan ketika sedang terpejam.
Di pagi yang masih mendung ini, ditemani kopi hangat buatan sang adik, saya masih teringat betul bagaimana film-film fiksi ilmiah membuat saya sering membayangkan masa depan. Sebuah masa dimana teknologi sudah menjadi makanan yang renyah bagi umat manusia.
Pernah menonton film Elysium? Film fiksi ilmiah yang rilis pada tahun 2013 ini kembali saya tonton di penghujung tahun 2019. Sebuah film yang menceritakan tentang dua peradaban yang berbeda. Masyarakat miskin dan elit kaya, dua hal yang berbeda cara hidupnya, kontras.
Kelompok manusia miskin hidup di bumi yang sudah sekarat dengan banyaknya wabah penyakit, pokoknya hidup serba semwarut. Sedangkan elit-elit kaya menciptakan dunianya sendiri di orbit bumi, sebuah tempat bernama Elysium (Bumi baru, buatan manusia sendiri).
Di Elysium, teknologi sudah sangat maju, bahkan untuk menyembuhkan penyakit orang cukup masuk ke dalam kapsul penyembuh, lalu dalam hitungan detik penyakit akan discan lalu sembuh total. Inilah yang saya kira sebagai puncak dari Biotek.
Yang menarik lagi dalam film ini adalah tentang misi salah satu menteri yang ingin mengambil alih kepemimpinan Elysium. Tahu bagaimana cara mengambil alihnya? Bukan lagi dengan memropaganda masa untuk demo dan menuntut mundur presiden Elysium saat itu, tapi cukup mencuri data seluruh sistem di Elysium dan merestart programnya dengan kepemimpinan yang baru.
Sederhana bukan? Tapi, di film ini data tersembut menjadi rebutan antara menteri yang ingin menguasai dengan kelompok penduduk miskin di bumi yang ingin menguasai (atas dasar semangat membantu manusia lainnya yang sedang sakit dan tak mampu pergi ke Elysium untuk disebuhkan).
Data tersebut menjadi inti dari film, diperebutan, sebab di Bumi baru bernama Elysium tersebut data seluruh sistem itu sudah terintegrasi langsung dengan data-data robot AI (Artificial Inteligence) di Elysium. Jadi siapa yang menguasai data tersebut dan menjadi presiden, maka berhak atas kuasa segala mesin canggih yang ada (sampai pada tentara robotnya), termasuk kapsul penyembuh segala penyakit itu.
Perihal data seluruh sistem Elysium tersebut yang menjadi rebutan, ada hal yang tak boleh luput dari perhatian, yakni perihal tempat yang menjadi penyimpanan data tersebut. Data tersebut disimpan langsung di dalam otak manusia, untuk kemudian di install ke sistem pusat data di Elysium juga melalui otak.
Pilihan data di simpan di dalam otak tak lain juga sebagai bentuk perlindungan diri. Sebab jika yang menyimpan data tersebut mati sebelum data terinstall ke dalam sistem Elysium, maka data akan ikut hangus beserta matinya orang tersebut. Maka dalam film ini, yang menyimpan data pantang untuk dibunuh.
Banyak hal bisa dipetik lalu dianalisis pada film ini. Saya justru membayangkan, akankah nanti dunia akan seperti dalam film Elysium? Saya mencoba menerka-nerka sembari melihat hal-hal apa saja yang sudah saya rasakan saat ini jauh sebelum (mungkin) tiba di masa bagaimana teknologi akan seperti pada film tersebut. Paling tidak tentang penyimpanan data, sebab data bisa sangat berharga ketimbang emas di era teknologi.
Penyimpanan Data dan Pentingnya Data
Kalau dalam film tersebut data sudah mampu disimpan di dalam otak manusia, sejauh saya mencari informasi, saat ini para ilmuan sudah menemukan solusi menyimpan data yang lebih efisien dari Disk yang ada, yakni DNA. Mengutip dari Vice Indonesia, “...Menurut penelitian ini, hasil kerja sama Erlich bersama Dina Zielinski dari New York Genome Center, menyimpan data di DNA lebih efisien dari percobaan sebelumnya. Data yang berhasil dimuat bisa mencapai 215.000.000 gigabyte pada satu gram DNA. Artinya jauh lebih besar dari batas kapasitas DVD yang hanya 8,5 GB atau iPhone sebesar 256 GB.”
Jauh sebelum manusia menemukan bahwa DNA bisa untuk menyimpan data, beberapa tempat penyimpanan data yang familiar bagi kita sudah banyak, diantaranya ada Disket, CD, VCD, DVD, Disk (Hardisk, Flashdisk, MicroSD) dan Cloud Online dengan kapasitas-kapasitas yang disediakan yang jauh lebih kecil dari storage di DNA.
Dari beberapa penyimpanan yang saya sebutkan, mana yang lebih sering kalian digunakan? Kalau saya pribadi lebih sering dengan Cloud Online. Sebab selain gratis, Cloud Online juga mengantisipasi saya kalau lupa membawa disk, sebab dimanapun saya berada, asal internet bisa diakses, berarti setiap data yang saya simpan akan selalu berada dengan saya.
Data adalah sesuatu yang sangat penting di abad ini. Paling sederhana saat ini misalnya adalah data nomor handphone. Ini penting sekali. Pernahkah kalian menerima SMS berhadiah jutaan rupiah dari nomor tak dikenal? Saya pernah, sudah tak terhitung malah, dan sering heran dari mana mereka bisa memberi notifikasi SMS tanpa tahu siapa saya?
Dulu, saya pernah ditawari sebuah bisnis online jual beli data, saya waktu itu masih SMA dan bingung. Saya pun menolak dan jauh lebih memilih menghabiskan uang untuk bermain game online PC di Warnet. Di dalam bisnis itu, setelah saya pahami, nantinya saya akan ditawari dan bisa memilih untuk memanfaatkan data yang mana, sebab ada data akun facebook, data akun twitter, data instagram, data email, dan data nomor handphone.
Barangkali, nomor-nomor yang memberi notif hadiah ke saya itu bisa mengetahui data nomor handphone saya, ya dari model bisnis tersebut. Barangkali ini benar. Lalu pertanyaannya, dari mana pemilik tersebut bisa mendapatkan banyak sekali data nomor handphone?
Sebelum terjawab, mari mulai bertanya lagi, seberapa banyak nomor HP telah kita cantumkan di akun media sosial? Bisa jadi karena kita pernah mengisi form-form online yang disediakan oleh pihak ketiga dari platform media sosial tersebut. Misalnya ikut nge-klik link yang menyediakan jasa edit foto, yang nantinya akan mengubah profil sosial media terlihat lebih tua dan lucu. Kita tertawa, tapi data diri/informasi kita, di ambil.
Pada kasus seperti ini, pengguna akan mendapatkan fasilitas pintarnya AI dalam membuat muka pengguna sosial media menjadi lebih tua dan lucu (pada kasus lain, biasanya menyebut bahwa pengguna sosial media alias kamu atau aku di ramal sebagai orang yang sabar, bijak dan lain-lainnya yang sebenarnya itu semua adalah sifat dasar manusia. Semua bisa punya sifat itu).
Secara tak langsung pemilik robot AI tersebut mendapatkan data / informasi kontak kita melalui sosial media yang digunakan, semuanya informasi kita. Sebab seringkali ada perintah untuk meng-‘izinkan’ sebelum menggunakan link pengubah wajah tersebut. Artinya izin untuk menerima segala informasi dari akun media sosial kita.
Data dan Penyimpanan data di era saat ini memang menjadi sesuatu yang berharga, sangat berharga. Pernah berdiskusi perihal ini, ketika masifnya tersebar Hoax ulang tahun ke 21 Google yang akan membagikan 100 Gb kuota gratis. Padahal setelah ditelusuri, ini merupakan trap untuk mendapatkan data diri nomor handphone pengguna internet.
Nomor hanphone tersebut, nantinya bisa dijual ke pihak-pihak yang menginginkan. Entah nanti digunakan untuk promosi atau kepentingan yang lain. Kita memberikan informasi kontak secara gratis kepada pihak lain lewat robot / link dengan iming-iming hadiah atau bahkan kelucuan dalam mengubah wajah, lalu penyedia atau pemiliknya mendapatkan banyak informasi kontak tersebutmu, lalu menjualnya dengan harga yang bisa saja fantastis.
Dalam skup kecil, data-data itu dijual dan dijadikan bisnis online serupa yang ditawarkan ke saya. Akhirnya saya membayangkan lagi, di tahun-tahun yang akan datang, dengan pesatnya perkembangan teknologi. Segala sesuatu akan dianggap sebagai data, dikomputasi dan dimainkan sesukanya. Bahkan bicaranya seseorang dalam sebuah seminar pengetahuan pun akan diangapp sebagai data penting untuk kemudian digunakan pada kepentingan tertentu.
Saya membayangkannya begini: “Ada ilmuan besar yang cerdas sekali. Cerdas lebih dari Einstein dan Hawking, dalam bidang ilmu apapun ia bisa. Lalu pada kesempatan terbuka, ia mengisi kuliah umum di kampus ternama. Banyak orang datang di sana, termasuk saya, lalu kami merekam semua yang dibicarakan ilmuan tersebut. Setelah direkam, semua pembicaraan ilmuan tersebut akhirnya menjadi file video berukuran 21 Gb. Kemudian saya punya software Converter penerjemah atau pengubah dari video menjadi mp3 (audio), jadilah sebuah mp3 yang hanya berukuran 21 Mb, lalu saya punya lagi software converter dari mp3 menjadi txt (teks biasa), jadilah berupa Txt berukuran 21Kb. Lebih kecil dan ringkas bukan? Lalu selanjutnya, mau saya apakan data informasi pengetahuan tersebut? Ternyata saya adalah orang yang sudah punya alat super canggih, yakni sistem penyimpanan data di dalam otak dengan cara menginstallnya langsung dan otomatis terintegrasikan dengan segala informasi yang ada di dalam otak saya. Pada keadaan ini, setelah instalasi informasi tersebut selesai, saya ternyata sudah lebih tahu dan paham seperti ilmuan tersebut. Tanpa ada lupa.”
Begitulah saya membayangkannya. Sekian.
Metro, 04 Januari 2020
__
Bukan tanpa alasan, beberapa hal yang saya temukan dan sering saya gunakan di abad ini:
- Google Voice (Menerjemahkan suara menjadi teks untuk penelusuran Google). Setiap harinya google menerima banyak perintah voice (keinginan manusia), lalu menyimpan data-data tersebut untuk kemudian dipahami bahwa ternyata orang lebih sering mencari dan butuh ini itu, lalu dibuatlah dalam perintah algoritmanya. Dan orang-orang semacam saya (Blogger) patuh dalam algoritma pencarian google.
- Shazam (Aplikasi penerjemah suara untuk menentukan ini lagu milik siapa). Dalam hitungan detik, aplikasi ini sudah mampu mendefisinkan dengan benar lewat suara musik yang di rekam, memberikan hasil bahwa ini merupakan musik/lagu miliknya ini atau itu. Bahkan hanya dengan instrumen musiknya saja sudah mengetahui.
- Memecah gambar menjadi teks koding yang kemudian disimpan ke Notepad. Hal ini menjadikan gambar lebih berukuran kecil, format .Jpg atau .Png biasanya berukuran 3Mb, sedang dalam bentuk teks (.txt) hanya berukuran 3Kb.
- Telponan audio selama satu jam lebih, ternyata tersimpan sebagai data hanya berurukan 21Mb. (Padahal di dalam obrolan telpon tersebut banyak sekali informasi yang kalau dituliskan dalam bentuk teks bisa puluhan ribu kata, bahkan ratusan ribu.)
Ohhyyyeaahhh
ReplyDelete