Masa Depan di Pertengahan Malam
15 October 2019
Add Comment
Malam memang indah.... |
Di bawah pohon Mangga, seperti biasa, aku menyendiri, menikmati rembulan yang selalu tersenyum padaku, meski kadang aku mengabaikannya. Sendiri bersama sunyi memang sebuah kenikmatan, ada ketenangan di dalamnya, yang membawaku pada nuansa kedamaian.
Malam ini pukul 23.01 Wib, terlalu larut bagiku, tapi aku tak mau menyalahkan mata yang memang belum mau diajak untuk tidur. Untuk apa memaksakan tidur sedang ada saja bagian dari tubuh ini yang tak mau diajak kompromi untuk tidur? Mataku barangkali memang sedang rindu dengan rembulan, sedari tadi aku tak kuasa memandanginya serta membayangkan sesuatu yang kelak terjadi padaku, di masa depan.
“Har, mau Cassava?” tiba-tiba suara yang tak asing datang memecah sunyi. Tak perlu aku menoleh dan memastikan siapa dia. Suaranya lembut, khas perempuan memang.
“Apalagi lahh, Flow?”
Beberapa detik hanya ada diam, pertanyaanku mengambang. Tapak kakinya terdengar mendekatiku, hingga pada akhirnya ia bersuara, “Har, lihat ini! Lihat! Cepat! Kamu harus tahu!”
Sepertinya memang penting, lantas aku segera menoleh ke arahnya, ”Apa, Flow?”
“Ada yang gosong, hehehe,” ujarnya melucu.
"Yeelaahh, nglucu kamu, Flow," ia hanya senyam-senyum.
Ku ambil satu Singkong darinya yang ditaruh di sampingku. Tak kusangka, gadis sebayaku ini pandai juga mengolah makanan, "Ehh, ini enak sekali, Flow. Belajar dari mana?”
Ku ambil satu Singkong darinya yang ditaruh di sampingku. Tak kusangka, gadis sebayaku ini pandai juga mengolah makanan, "Ehh, ini enak sekali, Flow. Belajar dari mana?”
“Dari Ayah, baru tadi sore ia mengajariku.”
“Termasuk, Bahasa Inggrisnya juga?”
“Iya,” jawabnya setelah menelan makanan. "Mau lagi, Har?"
“Ohh, ya. Atau boleh kuhabiskan sendiri makanan ini? Enak banget, Flow. Hehehe."
Ia angkat makanan itu dan memberinya langsung, "Nih, kamu itu lapar, Har. Ambil saja sesukamu."
"Tidak, tidak.., aku bercanda, Flow,” kuterima lalu ku taruh kembali. "Mari kita habiskan bersama. Kita berbagi kenikmatan makanan ini di bawah rembulan yang indah, yang sedari tadi senyum-senyum sendiri melihatku."
"Kamu, Ge-er, Har. Bulan tersenyum melihatku."
"Dari mana kamu tahu?"
"Ini," ia menunjuk bayangan tubuhnya. "Dia sedang melihatku."
"Lho, dia juga melihatku," balasku juga menunjuk bayangan tubuhku sendiri.
"Berarti, dia sedang tersenyum melihat kita berdua, Har, Hihihi," tawa cengingisnya yang membuatku malah senyam-senyum sendiri. “Ehh, Har, kamu selalu tidur malam?”
Ia angkat makanan itu dan memberinya langsung, "Nih, kamu itu lapar, Har. Ambil saja sesukamu."
"Tidak, tidak.., aku bercanda, Flow,” kuterima lalu ku taruh kembali. "Mari kita habiskan bersama. Kita berbagi kenikmatan makanan ini di bawah rembulan yang indah, yang sedari tadi senyum-senyum sendiri melihatku."
"Kamu, Ge-er, Har. Bulan tersenyum melihatku."
"Dari mana kamu tahu?"
"Ini," ia menunjuk bayangan tubuhnya. "Dia sedang melihatku."
"Lho, dia juga melihatku," balasku juga menunjuk bayangan tubuhku sendiri.
"Berarti, dia sedang tersenyum melihat kita berdua, Har, Hihihi," tawa cengingisnya yang membuatku malah senyam-senyum sendiri. “Ehh, Har, kamu selalu tidur malam?”
“Bukannya tidur memang selalu malam hari ya, Flow?”
“Hahaha," tawanya yang juga membuatku tertawa. "Maksudku terlalu malam, Har.”
“Tidak, Flow. Memang malam ini sedang belum ingin tidur saja. Malah kamu datang dengan tawa yang juga membawaku lupa pada tidur.”
"Heyy, heeyy, berlebihan sekali kamu, Har. Hahaha."
Singkong alias Cassava buatan Flow menjadi teman bicara kami malam ini. Satu demi satu kami lahap sampai pada akhirnya tersisa satu.
“Kamu sendiri tidak tidur, Flow? Gadis sepertimu masih kuat saja bermalam-malaman.”
“Ayah, yang menyuruhku ke sini, Har. Lagi pula, memang belum ngantuk juga. Sama sepertimu.”
“Tidur kadang hal yang membosankan juga, Flow. Berharap bakal ada mimpi yang indah untuk diceritakan pagi harinya. Nyatanya setelah bangun, aku tak bermimpi, kalaupun bermimpi pasti lupa mimpi apa, kalau ingat pasti samar-samar."
"Har, Har. Ada saja kamu ini. Namanya juga mimpi."
"Ayahmu sedang apa sampai ia tak mau diganggumu?"
"Ayah sedang sibuk main Catur. Bukan karena aku menganggunya, tapi memang akunya yang sudah bosan melihatnya bermain. Lagi pula aku tak paham bagaimana permainannya."
"Ayahmu sedang apa sampai ia tak mau diganggumu?"
"Ayah sedang sibuk main Catur. Bukan karena aku menganggunya, tapi memang akunya yang sudah bosan melihatnya bermain. Lagi pula aku tak paham bagaimana permainannya."
"Menonton sesuatu yang kita sendiri tidak paham memang membosankan, Flow."
"Makanya, ia menyuruhku ke sini. Sudah berapa lama kamu di sini? Aku tak menganggu kan?"
"Baru satu jam yang lalu, dan kedatanganmu tidak ada yang mengganggu. Sudahlah santai saja, mari kita bercerita di sini, tentang apa saja bersama bulan yang menjadi saksinya, siapa tahu tiba-tiba kantuk datang menjemput, lalu dengan mudahnya kita tertidur."
Bulan merangkak perlahan bersama waktu menuju hari esok yang tinggal 15 menit lagi.
"Indah sekali bulan itu, Har. Seperti masa depan."
"Masa depan? Dari mana kamu tahu masa depan indah?"
Ia menggeleng.
"Ngigau kamu, Flow. Hahaha. Masa depan itu misteri. Sehebat apapun kita merencanakannya, rencana Tuhan sering berbeda. Penuh misteri"
"Ngigau kamu, Flow. Hahaha. Masa depan itu misteri. Sehebat apapun kita merencanakannya, rencana Tuhan sering berbeda. Penuh misteri"
"Ya, memang. Tapi setuju kan jika kubilang masa depan itu sesuatu yang baru akan terjadi, Har?"
"Tentu..,"
"Kita pikirkan saja masa depan itu sesuatu yang bakal terjadi beberapa menit kemudian, Har. Barangkali di situ, kita bisa menang banyak. Menang banyak untuk menentukan apa yang bakal terjadi. Hehehe," ia jeda kalimatnya sejenak sembari tersenyum, lalu melanjutkan, "Kadang kita terlalu serius memikirkan masa depan, memikirkan apa yang kita ingingkan dan segala yang kita harapkan dengan rentang waktu yang terlalu jauh, kadang kita kelelahan sendiri mengejarnya, dan melupakan hal-hal kecil yang dekat dan membahagiakan."
Kulihat matanya, sepertinya ia berbicara sangat serius. "Hidup macam apa yang tak ada kejutannya, Flow. Barang sedetikpun pasti ada kejutannya."
"Perihal masa depan, apa kita tak boleh selalu menganggapnya sesuatu yang indah?"
"Tidak masalah."
"Coba lihat aku, Har."
Kulihatnya lagi, kali ini aku menatapnya lebih tajam. "Kenapa?"
"Keindahan masa depan itu ada di kamu, Har. Indah banget. Hehehe."
Sontak aku tertawa, "Hahahaha, kamu itu lucu kalau sedang serius, Flow." Seketika ia berubah jadi mrengut mendengar balasanku. Ku ambil singkong yang tersisa. Ku potong jadi 2.
"Flow, kita makan dulu ini, tuntaskan kenikmatan makanan ini bersama," ku rayu ia untuk membuka mulut, "Aaaaaakkk, makan, Flow. Apa kamu tidak mau menikmati makanan yang dibuat dari seseorang yang juga memancarkan keindahan untuk masa depan ini?"
Ia pun langsung memakan dan seketika raut mukanya berubah, lebih semringah dan menyenangkan, membuat malam ini jauh lebih indah, bahkan lebih indah dari sekedar misteri masa depan. Hari telah berganti sejak 5 menit yang lalu. Tapi kantuk tak kunjung datang juga. Entahlah, malam ini tanpa kantuk aku bercerita apa saja dengan Flow. Terlalu banyak dan tak mungkin kutuliskan.
0 Response to "Masa Depan di Pertengahan Malam"
Post a Comment