Aku, Kamu, dan Sore di Ujung Kota

"Jan-jane arep mayeng nandi ae, misalo sama kamu ki yo penak ae."

Langit sore di ujung Kota Metro sangat cerah. Langitnya biru ditemani awan alto stratus jadi kian indah. Ingat sekali aku ketika bersamamu, menyusuri kota ini, bermodalkan niat "menikmati senja untuk buka bersama". Kita tiba di area persawahan di ujung barat Kota Metro.

Perjalanan yang lumayan lama tapi denganmu apa-apa terasa sebentar. Melewati dan memecahkan misteri jalan-jalan di kota ini yang belum pernah kita lalui. Melewati jalan-jalan yang berlubang juga. Jalan yang memberiku cacatan tentang pesan hidup, bahwa memang tak selamanya hidup itu akan mulus, akan ada joglangan-joglangan yang dihadapi, lantas cara terbaik menghadapinya adalah dengan melewati secara pelan-pelan joglangan itu sampai akhirnya tiba pada jalan yang kembali mulus. Semoga kamu juga memahami perihal ini sayang.

Setibanya pada persawahan di ujung barat Kota ini. Kita melihat sendiri bahwa saat itu sedang musim tandur. Video yang kamu rekam dengan kamera handphoneku pun memperlihatkan ada ibu-ibu yang sedang bergotong-royong menanam padi, menyusunnya sesuai garis yang rapi. Jadi tak terlihat hamparan hijau padi nan indah sore itu. Tapi, mau seperti apa indahnya pemandangan sawahnya, mataku selalu saja tertuju pada indahnya mata dan senyummu.

Kamu rekam, aku edit. Jadilah ini.

Ohya, ingatkan dengan kumpulan capung yang beterbangan di atas kita sore itu? Melihatnya membuatku percaya bahwa mereka sedang ikut berbahagia melihat kita yang bahagia. Kita njegigis terus sore itu, kamu ketawa akunya ketawa, akunya ketawa kamunya juga ketawa, padahal kita cuman mencoba menempatkan kamera pada angel yang pas untuk mendapatkan foto yang bagus.

Ini lagi ngomongin perihal konten.

Waktu terus berjalan, dan tak terasa sebentar lagi akan tiba jam berbuka. Kita menyudahi sore itu, pulang meninggalkan tawa dan senyum kebahagiaan sepasang kekasih di sana. Capung-capung pun mulai pergi dan kembali ke rumahnya masing-masing. Matahari pun mulai pindah jam kerja, tak lagi menemani hari kita saat itu.

Aku menarik gas motor, memboncengmu dibelakang dan merasakan pelukmu yang erat nan hangat. Bagiku pelukmu itu adalah arti dari sebuah rasa kenyamanan. Memang begitu, dan aku juga merasakan nyaman. Kita sama-sama tahu, bahwa memang begitulah kelebihan enaknya kencan menggunakan motor.

Selepas melaksanakan kewajiban dan mengawali berbuka dengan sebotol air mineral, akhirnya kita tiba pada sebuah tempat di selatan Kota ini. Di sebuah warung sate yang kamu sarankan. Dan kita pun Meromantisasi Sate di Selatan Kota Metro. Lapar yang sudah meraung sedari tadi akhirnya terobati.

Tempat makan yang seakan sudah dibooking untuk sepasang kekasih. Kita makan berdua dan saling suap-menyuapi. Kamu pesan sate kambing, aku sate ayam. "Dibedain ya sayang, nanti kalau aku pengen nyicip sate ayamnya kan tinggal ngambil punya kamu aja." Perihal sate kita memang kudu beda, biar sekali makan, dua-tiga rasa bisa tercicipi. Tapi tahu nggak apa yang sama dari kita? Rindu, kita sama-sama saling merindu. ❤️❤️

Meromantisasi sate.

Belinya 3 porsi. Satunya untuk calon mertua.

Nyate lagi yuk.

0 Response to "Aku, Kamu, dan Sore di Ujung Kota"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel