Catatan Metroku: Drainase

Sejak Metro masif dengan pembangunan drainase. Anak-anak jarang berenang di got atau paretan. Di zaman saya dulu, kalau hujan datang sudah bisa dipastikan paretan jadi tempat bermain yang asyik. Air mengalir deras, saya dan teman-teman hanya tinggal duduk di paretan itu langsung bergerak sendiri seakan terdorong ombak. Hampir-hampir seperti orang berselancar.

Dulu sebelum drainase yang disemen batu seperti pada gambar di bawah, paretan sebenarnya sudah kuat dan aman-aman saja. Airnya lancar mengalir, tanahnya juga kuat sebab pondasi tanah disampingnya juga kuat karena selalu ditanami pohon kemuning yang sekaligus berfungsi sebagai pagar yang ijo royo-royo bagi warga.

Selain itu, sejak dibagungnnya drainase semen. Gorong-gorong (atau kami disini biasa menyebutnya bok) banyak yang diremuk dan tidak dibuat kembali. Padahal dulu kalau malam telah tibah, banyak orang duduk-duduk di depan rumah. Saling tegur sapa dan bercerita.

Kini zaman memang sudah beda, bahkan selalu dan pasti akan ada beda, apalagi di era pesatnya teknologi ini. Tapi perlu diketahui juga, setiap manusia pasti akan selalu rindu pada kisah masa lalunya.

Kerinduan-kerinduan ini sebenarnya adalah frekuensi positif untuk melakukan gerakan. Misalnya diawali dengan obrolan guyon-guyon yang mengasilkan pertanyaan seperti: "Bagaimana kalau kita buat mainan tentang masa lalu?" hingga kemudian dikemas dengan kualitas/era kekinian.

Dibuatlah mainan itu lalu mungkin bisa dipamerkan, dibuat semacam pameran atau event kelurahan. Di imajinasikan saja, mau seperti apa. Kalau di imajinasi saya, buat Kampoeng Dolanan 28 misalnya.

Foto: Gorong-gorong depan rumah.
Purwosari, 04 April 2020

0 Response to "Catatan Metroku: Drainase"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel